Jathilan adalah kesenian khas Yogyakarta yang dikenal juga sebagai Jaran Kepang atau Kuda Lumping Dengan anyaman bambu yang dibuat menyerupai kuda, Jathilan
dipertunjukkan umumnya pada siang dan sore hari oleh sekelompok seniman
yang terdiri dari penari dan penggamel (pemain gamelan).
Dahulu, Jathilan merupakan
sebuah tarian ritual untuk memeanggil roh kuda dan meminta keamanan desa
serta keberhasilan panen. Menurut perannya dalam masyarakat Jawa, kuda
melambangkan kekuatan, kepatuhan, dan sikap pelayanan dari kelas
pekerja. Hal inilah yang menginspirasi seluruh pertunjukan Jathilan yang menempatkan penari dengan kuda-kudaan sebagai pusat perhatian
Masyarakat lebih mengenal tarian ini sebagai sebuah tarian yang identik dengan unsur magis dan kesurupan. Pada tarian aslinya, para penari Jathilan menari secara terus-menerus sambil berputar-putar hingga salah satu dari mereka mengalami trance atau semacam kesurupan. Penari ini akan meraih apa saja yang ada di depannya, termasuk pecahan kaca, memakan rumput, mengupas kelapa dengan gigi dan adegan-adegan yang kelihatan tidak masuk akal lainnya. Penari mengunyah kaca seperti kudapan yang enak dan nikmat. Bagi sebagian penonton, adegan trance ini yang menjadi tontonan mengasyikkan. .
Masyarakat lebih mengenal tarian ini sebagai sebuah tarian yang identik dengan unsur magis dan kesurupan. Pada tarian aslinya, para penari Jathilan menari secara terus-menerus sambil berputar-putar hingga salah satu dari mereka mengalami trance atau semacam kesurupan. Penari ini akan meraih apa saja yang ada di depannya, termasuk pecahan kaca, memakan rumput, mengupas kelapa dengan gigi dan adegan-adegan yang kelihatan tidak masuk akal lainnya. Penari mengunyah kaca seperti kudapan yang enak dan nikmat. Bagi sebagian penonton, adegan trance ini yang menjadi tontonan mengasyikkan. .
Sumber : - http://dijogja.wordpress.com/2009/07/29/jathilan-seni-marjinal-di-tepi-jaman/
0 komentar:
Posting Komentar